Senin, 20 Februari 2012

Fungsi Strategis Kawasan Karst Indonesia

Oleh:
Ahmad Cahyadi

Kawasan karst di Indonesia memiliki fungsi yang sangat strategis dalam penyerapan karbondioksida (CO2). Hal tersebut berkaitan dengan posisi Indonesia yang terletak di kawasan tropis, di mana terpengaruh sistem gerakan atmosfer secara global. Gerakan atmosfer secara global yang berpengaruh terhadap kadar karbondioksida (CO2) di wilayah tropis diantaranya adalah gerakan yang ditimbulkan oleh fenomena intertropical convergence zone (ITCZ). Keberadaan ITCZ menyebabkan terjadinya gerakan massa udara dari 300 LU dan 300 LS menuju wilayah tropis. Hal tersebut tentunya tidak hanya membawa massa udara saja, tetapi membawa uap air, gas-gas penyebab efek rumah kaca dan lain-lain. Oleh karena itu, penyerapan karbondioksida (CO2) oleh kawasan karst di daerah tropis menjadi sangat penting dalam upaya mencegah atau mengurangi dampak pemanasan global akibat konsentrasi karbondioksida (CO2) yang berlebihan.
Curah hujan menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses karstifikasi. Karstifikasi hanya terjadi apabila kawasan batuan karbonat terletak pada wilayah dengan curah hujan lebih dari 250 mm/tahun, semakin besar curah hujannya maka proses karstifikasi akan berjalan dengan lebih intensif. Hal ini berarti bahwa proses karstifikasi di kawasan karst Indonesia akan berlangsung dengan sangat intensif karena Indonesia yang terletak di daerah tropis yang memiliki curah hujan tinggi. Pengaruh curah hujan terhadap kecepatan pelarutan batuan gamping dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Putro (2010) yang menyebutkan bahwa proses pelarutan yang terjadi di Kawasan Karst Jonggrangan, Kabupaten Kulon Progo dengan curah hujan rata-rata 2.516 mm/tahun ternyata lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pelarutan yang terjadi di Karst Gunungsewu di Kabupaten Gunungkidul, Wonogiri dan Pacitan yang memiliki curah hujan rata-rata curah hujan 2.051 mm/tahun. Berikut hasil kajian yang telah dilakukan oleh Putro (2010):



Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka kemudian dapat pula diperhitungkan jumlah penyerapan karbondioksida (CO2) pada masing-masing wilayah. Penyerapan karbondioksida (CO2) di Kawasan Karst Jonggrangan oleh proses pelarutan batu gamping adalah sebesar 5,16 ton/tahun/km2, sedangkan penyerapan karbondioksida (CO2) di Kawasan Karst Gunungsewu oleh proses pelarutan batu gamping adalah sebesar 2,26 ton/tahun/km2. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka berarti bahwa Kawasan Karst Jonggrangan yang memiliki luas kurang lebih 25 km2 berpotensi menyerap karbondioksida (CO2) sebesar 12.900 ton/tahun, sedangkan Kawasan Karst Gunungsewu yang memiliki luas 1.300 km2 berpotensi menyerap karbondioksida (CO2) sebesar 293.800 ton/tahun.

DAFTAR PUSTAKA
Putro. 2010. Laju Pelarutan Batuan Karbonat di Karst Gunungsewu dan Karst Jonggrangan. Skripsi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

*artikel ini adalah sebagian dari makalah saya "PENGELOLAAN KAWASAN KARST DAN PERANANNYA DALAM SIKLUS KARBON DI INDONESIA" dalam Seminar Nasional Perubahan Iklim di Indonesia 13 Oktober 2010 Sekolah Pasca Sarjana UGM Yogyakarta

2 komentar: